Portalkomando.id | Minggu 9 November 2025 — Salam Satu jiwa
SURAT TERBUKA PUTRA-PUTRI SRI SULTAN HAMENGKU BUWONO IX
Tentang Penolakan terhadap Sabda Raja dan Pelanggaran Adat Paugeran Kraton Yogyakarta.
Kami, Putra-Putri Sri Sultan Hamengku Buwono IX, dengan segala hormat kepada lembaga negara, bangsa, dan seluruh rakyat Indonesia, menyatakan sikap tegas terhadap segala bentuk penyimpangan terhadap Adat Paugeran Kraton Yogyakarta Hadiningrat.
1. Pemisahan Hubungan dengan Keluarga HB X
Lebih dari sepuluh tahun sejak keluarnya Sabda Raja, kami tidak lagi memiliki hubungan apa pun dengan keluarga HB X.
Kami tegaskan memasuki Kraton Yogyakarta berarti mengakui Sabda-Sabda yang kami anggap melanggar Adat Paugeran, dan itu bertentangan dengan prinsip luhur warisan leluhur Kraton Yogyakarta.
2. Adat Paugeran Tidak Bisa Diubah oleh Siapa Pun
Kami menegaskan bahwa:
> Mahkamah Konstitusi (MK) bukanlah lembaga untuk mengubah Adat Istiadat dan Paugeran Kraton.
MK hanya berwenang menafsirkan konstitusi negara, bukan mengatur atau mengadili hal-hal yang menjadi hak adat dan tradisi yang telah hidup turun-temurun di seluruh Nusantara baik di Kraton Yogyakarta maupun di kerajaan-kerajaan serta suku-suku lain di Indonesia.
Campur tangan negara terhadap adat adalah pelanggaran terhadap jati diri bangsa.
3. Bahaya Intervensi terhadap Adat
Kami memperingatkan dengan sungguh-sungguh:
> Bila MK menganggap dapat mengubah Adat Paugeran Kraton, maka sama artinya MK bisa pula mengubah adat di seluruh Nusantara — dari adat Batak, Minangkabau, Bali, Bugis, hingga Papua.
Beranikah MK melakukan hal itu?
Tentu tidak akan berani, karena adat adalah harga diri dan kehormatan bangsa.
4. Seruan kepada DPR RI, DPD RI, dan DPRD DIY
Kami menghimbau agar para wakil rakyat dalam menyusun kebijakan yang menyentuh wilayah adat dan budaya selalu bersikap:
> Setiti (Teliti), Ngati-ati (Berhati-hati), Nganggo ati (Gunakan hati nurani).
Jangan sampai kebijakan negara justru menghancurkan tatanan adat yang menjadi pondasi kebangsaan.
5. Tentang Sultan Perempuan
Kami menolak pandangan bahwa Sultan Yogyakarta bisa dijabat oleh perempuan.
Bukan karena menolak peran perempuan, tetapi karena Paugeran Kraton telah menetapkan bahwa Sultan harus laki-laki, sebagai penerus garis trah ayah secara turun-temurun.
Jika Sultan perempuan diakui, maka pewarisan berikutnya tidak lagi dari darah Sultan, melainkan dari keturunan suami Sultan perempuan itu, yang jelas bukan trah Sultan Yogyakarta.
Apakah para pemimpin bangsa rela jika keluhuran trah Kraton Yogyakarta hilang begitu saja?
Apakah hati nurani bangsa ini bisa menerima perubahan sepihak yang menyalahi adat dan sejarah?
6. Saatnya Bicara
Kami, putra-putri Sri Sultan Hamengku Buwono IX, telah diam lebih dari sepuluh tahun demi menjaga ketenangan dan kehormatan Kraton.
Namun kini, demi kebenaran adat dan kelestarian paugeran, kami menyatakan:
> Sultan di Kraton Yogyakarta harus laki-laki.
Ini bukan soal politik, tapi soal adat, warisan leluhur, dan kehormatan budaya bangsa.
7. Rujukan
Untuk yang ingin memahami lebih dalam, kami telah menulis buku “ONTRAN-ONTRAN KRATON YOGYAKARTA”, berisi penjelasan lengkap mengapa Sultan harus laki-laki menurut Adat Paugeran Kraton.
Buku dapat diperoleh di: H. Prabukusumo
Jl. Ngadisuryan No. 2, Alun-Alun Kidul, Kraton Yogyakarta.
Atas perhatian dan kebijaksanaan semua pihak, kami ucapkan terima kasih.
Kami memohon maaf apabila ada kata yang kurang berkenan, namun inilah suara kami demi keluhuran adat dan kehormatan Kraton Yogyakarta Hadiningrat.
Hormat kami,
H. Prabukusumo HB IX
Bersama Putra-Putri Sri Sultan Hamengku Buwono IX
Tidak ada komentar